Bharada E akan ajukan “Justice Collaborator”

(JAKARTA), simaknews.id – Dalam pembelaan kasus tewasnya Brigadir J di rumah dinas Kadiv Propam non aktif, Irjen Ferdi Sambo, beberapa waktu lalu, tersangka Bharada E mengajukan justice collaborator melalui Deolipa Yumara. Deolipa adalah kuasa hukum Bharada E yang baru (pengganti) yang ditunjuk oleh Bareskrim Polri.

Dikatakan Deolipa bahwa pendampingan terhadap Bharad E perlu dilakukan agar Pro Justicia berjalan dan penyidikan  tidak cacat formil.

Setelah pengacara / kuasa hukum Bharada E yang sebelumnya mengundurkan diri, tentu Bareskrim (negara) harus bk mencarikan pengacara baru untuk memberi pendampingan hukum bagi Bharad E.

“Setelah dilakukan pembicaraan dari hati ke hati, kami mengetahui apa-apa yang di alaminya dan apa yang menjadi beban mental /perasaan/tekanan yang dialami Bharada E. Ini bukan hanya persoalan hukum tetapi persoalan psikologis. Dari cerita yang didapat dari Bharada E, kami berkesimpulan ini bukan pelaku tunggal”, ujar Deolipa pada acara salah satu TV Nasional,

“Secara prinsip ia (Bharad E) tidak ada motif untuk membunuh, tapi kami simpulkan ini ada perintah”, tegas Deolipa.

Dalam penanganan perkara pidana tertentu terdapat istilah justice collaborator atau saksi pelaku yang bekerja sama. justice collaborator merupakan pelaku tindak pidana yang bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kasus tindak pidana tertentu yang terorganisir dan menimbulkan ancaman serius.

Tindak pidana tertentu yang dimaksud seperti korupsi, terorisme, narkotika, pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana terorganisir yang lain.

Istilah justice collaborator sendiri dapat ditemukan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Surat edaran ini menjadi dasar dalam memberikan perlindungan hukum serta perlakuan khusus terhadap orang yang menemukan dan melaporkan temuan yang dapat membantu penegak hukum dalam menangani tindak pidana tersebut. Selain itu, adanya aturan ini juga menjadi jaminan dalam upaya menumbuhkan partisipasi masyarakat untuk pengungkapan kasus tertentu.

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung tersebut, seseorang dapat dikategorikan sebagai justice collaborator jika: Merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, dan memberikan keterangan sebagai saksi dalam proses peradilan; Keterangan dan bukti-bukti yang diberikannya dinyatakan oleh Jaksa Penuntut Umum sangat penting dan dapat membantu pengungkapan kasus, mengungkap pelaku-pelaku lain yang memiliki peran lebih besar, dan mengembalikan aset atau hasil dari tindak pidana tersebut.

Keuntungan menjadi Justice Collaborator Dalam menjalankan perannya, saksi pelaku akan mendapat perlindungan yang diatur dalam UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal 10 Ayat 1 UU tersebut berbunyi, “Saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik.”

Sementara Ayat 2 berbunyi, “Dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap saksi, korban, saksi pelaku, dan/atau pelapor atas kesaksian dan/atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.” Atas perannya sebagai justice collaborator, saksi pelaku akan diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan.

Menurut Pasal 10 A UU Nomor 31 Tahun 2014, penanganan khusus yang akan diberikan berupa: pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi pelaku dengan tersangka, terdakwa atau narapidana yang diungkap tindak pidananya; pemisahan pemberkasan dalam proses penyidikan/penuntutan antara saksi pelaku dengan tersangka/terdakwa yang diungkapkannya; memberikan kesaksian di persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa yang diungkap tindak pidananya.

Selain itu, saksi pelaku juga akan diberikan penghargaan. Penghargaan atas kesaksiannya berupa keringanan penjatuhan pidana atau pembebasan bersyarat, pemberian remisi tambahan dan hak narapidana lain sesuai peraturan yang berlaku.

Dalam pemberian penghargaan ini, hakim diwajibkan untuk tetap mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat. *sn.//tri

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *