(JAKARTA) , simaknews.id – Pemerintah dan DPR RI menyepakati penghapusan Pasal Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan dalam UU ITE.
Hal itu terungkap pada Rapat Paripurna Tingkat I apat Terbatas mengenai Progres Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Eddy Hiariej berharap dengan memasukkan ketentuan UU ITE dalam RKUHP disparitas putusan dapat diminimalisasi.
Hal itu disampaikan Eddy usai menghadiri rapat tersebut.
“Untuk tidak terjadi disparitas dan tidak ada gap maka ketentuan-ketentuan di dalam undang-undang ITE itu kami masukkan dalam RKUHP, tentunya dengan penyesuaian-penyesuaian, dengan sendiri mencabut ketentuan-ketentuan pidana khususnya pasal 27 dan pasal 28 yang ada dalam undang-undang ITE,” jelasnya dikutip dari siaran pers, Senin 28/11/2022.
Menurutnya, DPR memberikan sejumlah masukan terkait RKUHP yang tertuang dalam daftar inventarisasi masalah (DIM).
Eddy menuturkan beberapa poin dalam DIM telah melalui proses diskusi antara pemerintah dan DPR, serta telah disetujui dalam persetujuan tingkat pertama untuk dimasukkan dalam RKUHP.
Sejumlah poin yang telah dibahas dan mengalami perubahan yaitu mulai dari hukum yang hidup dalam masyarakat atau living law, pidana mati, hingga pencemaran nama baik.
Terkait pidana mati, Eddy mengatakan bahwa dalam RKUHP yang baru pidana mati dijatuhkan secara alternatif dengan masa percobaan.
“Artinya, hakim tidak bisa langsung menjatuhkan pidana mati, tetapi pidana mati itu dengan percobaan 10 tahun. Jika dalam jangka waktu 10 tahun terpidana berkelakuan baik, maka pidana mati itu diubah menjadi pidana seumur hidup atau pidana 20 tahun,” tutur dia.
Pemerintah juga menambahkan pasal 240 RKUHP terkait penghinaan terhadap pemerintah dengan sejumlah pembatasan.
Penghinaan terhadap pemerintah dalam pasal tersebut terbatas pada lembaga kepresidenan.
Sementara itu, penghinaan terhadap lembaga negara hanya terbatas pada lembaga legislatif yaitu DPR, MPR, dan DPD, serta lembaga yudikatif yaitu Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.
“Baik dalam penjelasan pasal yang berkaitan dengan penyerahan harkat dan martabat Presiden, maupun penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara, kami memberikan penjelasan seketat mungkin yang membedakan antara penghinaan dan kritik,” pungkas Eddy.*sn.tri