(JAKARTA), simaknews.id – Misteri tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J, yang semula diskenariokan bagai adu tembak antar polisi di rumah dinas Kadiv Propam non aktif, Irjen Ferdi Sambo, pelan tapi pasti, kini mulai tampak wajah aslinya.
Sejak awal institusi kepolisian republik Indonesia dinilai oleh banyak kalangan telah melakukan blunder besar, dengan memutar balikan fakta kepada publik. Untungnya, upaya rekayasa itu tercium oleh masyarakat luas.
Tak kurang dari seorang presiden Jokowi telah angkat bicara, bahkan hingga berulangkali menyampaikan pesan menohok kepada Kapolri untuk bertindak cepat dan profesional agar dibuka seterang benderang mungkin. Tak boleh tebang pilih hanya karena keterlibatan petinggi kepolisian.
Tak pelak, reputasi dan kepercayaan institusi kepolisian republik ini yang konon katanya sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat ini dipertaruhkan. Publik berharap profesionalisme kepolisian jangan sampai tercemar dan hilang kepercayaan dari masyarakat akibat “nila setitik rusak susu sebelanga”.
Terhadap drama sinetron yang disuguhkan polisi, telah dimentahkan oleh celoteh, pendapat dan asumsi bahkan praduga miring masyarakat atas apa yang sedang dipertontonkan ke publik. mereka yang menyuguhkan “Drama Sambo” ini jadi bumerang. Terbukti dengan dicopotnya para petinggi Polri atas insiden polisi tembak polisi ini oleh Kapolri.
Ironis, skenario awal telah menelan korban di jajaran elit petinggi polri. Ketegasan Kapolri diapresiasi masyarakat luas. Tetapi tak cukup sampai dicopotnya para petinggi polri. Profesionalisme dengan semboyan Presisi Polri dipertaruhkan. Tentunya Kapolri tidak melihat teman, kawan, anak buah kesayangan atau bawahan. Terlebih ancaman Kapolri akan memenggal kepala jika tak mampu mengurus ekor ini terngiang kembali dan butuh pembuktian.
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat dan media dalam mengawal kasus ini cukup besar. Terbukti, seorang Menko Polhukam Mahfud MD, mengatakan skenario terhadap kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J mulai terungkap berkat dukungan pengawalan media dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat (Non-Governmental Organization).
“Berkat Anda (media) semua, berkat NGO, berkat kesungguhan Polri, berkat arahan Presiden yang tegas, yang dulu semua diskenariokan sudah terbalik. Dulu kan ada tembak-menembak, sekarang enggak ada tembak menembak, yang ada sekarang pembunuhan,” kata Mahfud di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin, 8 /7/2022.
Mahfud menuturkan bahwa penyelidikan kasus ini dinilai cepat, mengingat kasus ini memiliki kode senyap atau code of silence. Sejauh ini, polisi telah menetapkan dua tersangka, yakni Bharada E yang dijerat Pasal 338 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 KUHP, dan Brigadir Ricky Rizal (RR), ajudan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Brigadir RR, dijerat dengan Pasal 340 KUHP terkait pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Mahfud yakin, penetapan tersangka juga akan mengarah pada peran Bharada E dan Brigadir RR maupun tersangka lainnya sebagai tersangka eksekutor atau intelektual. “Ada kemungkinan kasus menjadi dark number case jika tidak terjadi pengawalan dari media dan LSM”, ujar mantan Ketua MK ini. *sn.//tri