lebaran2024
lebaran2024
lebaran2024
News  

Sastrawan dan Sosiolog Ignas Kleden TUTUP USIA

Ketika masih tinggal di Flores, ia sudah mengenal majalah Basis Yogyakarta dan rutin mengirimkan tulisannya ke majalah itu.

sastrawan
Sastrawan dan Sosiolog, Ignas Kleden. / foto; istimewa

JAKARTA, Simaknews.idKabar meninggalnya sastrawan sekaligus sosiolog Ignas Kleden, mengagetkan banyak pihak. Terutama kalangan budayawan, sastrawan dan kalangan wartawan.

Sastrawan dan sosiolog kelahiran Flores Timur, Nusa Tenggara Timur itu meninggal dunia di usia 75 tahun.

Melansir dari Kompas TV, penulis dan wartawan senior Harian Kompas Budiman Tanuredjo merasa kehilangan. Ia pun menuliskan kabar duka tersebut melalui akun Facebooknya.

“Telah berpulang dalam damai, Bapak Ignas Kleden pada Senin, 22 Januari pukul 03.46 WIB di RS Suyoto, Jakarta Selatan. Rumah Duka untuk pesemayaman jenazah serta berita pemakaman akan menyusul. Mohon doa bagi perjalanan akhir beliau”, tulis Budiman, seperti dikutip dari Kompas TV.

Ignas Kleden menghembuskan nafas terakhirnya pada Senin (22/1/2024) pukul 03.46 WIB di Rumah Sakit Suyoto, Jakarta Selatan.

Profil

Ia lahir pada 19 Mei 1948 di Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Ignas menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Filsafat Teologi/STFT Ledalero, Maumere, Flores (1972), meraih gelar Master of Art bidang filsafat dari Hochschule fuer Philosophie, Muenchen, Jerman (1982), dan meraih gelar Doktor bidang Sosiologi dari Universitas Bielefeld, Jerman (1995).

Ignas juga pernah bekerja sebagai penerjemah buku-buku teologi di Penerbit Nusa Indah, Ende, Flores.
Ia sempat pula bekerja sebagai editor pada yayasan Obor Jakarta (1976-1977), Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Jakarta (1977-1978), dan Society For Political and Economic Studies, Jakarta. Tahun 2000 ia turut mendirikan Go East yang kini menjadi Pusat Pengkajian Indonesia Timur.

Ketika masih tinggal di Flores, ia sudah mengenal majalah Basis Yogyakarta dan rutin mengirimkan tulisannya ke majalah itu. Dia juga menulis artikel di majalah Budaya Jaya Jakarta, dan menulis artikel semipolemik untuk majalah Tempo.

Setelah hijrah ke Ibu Kota, tahun 1974, Ia makin aktif menulis, baik di majalah maupun jurnal, dan menjadi kolumnis tetap majalah Tempo. Esainya mengenai sastra dimuat di majalah Basis, Horison, Budaya Jaya, Kalam, Harian Kompas, dan lain-lain.

Ia juga menulis kata pengantar untuk Mempertimbangkan Tradisi karya Rendra (1993), Catatan Pinggir 2 karya Goenawan Mohamad (1989), dan Yel karya Putu Wijaya (1995).

Penghargaan

Tahun 2003, bersama sastrawan Sapardi Djoko Damono, menerima Penghargaan Achmad Bakrie.

Ignas Kleden lahir dan besar di Waibalun, Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Kabar meninggalnya Ignas Kleden dengan cepat menyebar di sejumlah grup WhatsApp (WA), termasuk di kalangan akademisi yang memang menyukai karya-karyanya dan mereka yang sempat bersinggungan secara langsung dengan Ignas Kleden semasa hidup.

Dirawat

Suratno, Dosen Universitas Paramadina mengungkapkan, berdasarkan informasi yang diperolehnya, Ignas Kleden meninggal dunia setelah satu minggu dirawat di rumah sakit.

“Karena sakit tua saja Mas.Tapi kata teman-teman ada masalah dengan ginjal. Beliau satu minggu terakhir dirawat di RS Suyoto, Jakarta,” kata Suratno, dilansir Simaknews.id dari JawaPos.com, Senin (22/1).

Suratno termasuk orang yang mengagumi pemikiran dan karya-karya Ignas Kleden. Menurutnya, pemikirannya berbeda dari sosilog lainnya karena membasiskan pemikirannya pada filsafat.

“Dia geng sosiologi Bielefeld German. Terus sosiologinya lebih filosofis, jadi nggak terlalu empiris dan vokasional (keahlian),” tuturnya.

“Dia terkenal banget dengan sejarah intelektual. Jadi intelektual-intelektual dalam sejarah Indonesia itu produk sejarah atau pembuat sejarah? Secara sosiologis menurut saya dia yang terakhir,” imbuh Suratno.

Saat masih duduk di bangku sekolah dasar, Ignas Kleden sempat meraih predikat terbaik di sekolah calon pastor.

Aktif

Tulisan-tulisannya banyak menghiasi media sejak tahun 70-an sampai sekarang. Selain itu, dia juga menghasilkan sejumlah karya dalam bentuk buku seperti Buku Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan, kumpulan esai tentang perbukuan, Buku dalam Indonesia Baru (1999), Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan (1988), dan Sastra Indonesia dalam Enam Pertanyaan (2004).

Selain itu, Ignas Kleden banyak memberikan pengantar atas sejumlah buku. Diantaranya pada buku berjudul Mempertimbangkan Tradisi karya Rendra (1993), Catatan Pinggir 2 karya Goenawan Mohamad (1989), dan Yel karya Putu Wijaya (1995). *SN.RENT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *