hut_cmi_2025
News  

Tirto, Bapak Pers Nasional

Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum.

tirto
Tirto Adhi Soerjo lahir sebagai Raden Mas Djokomono di Cepu, Blora Jawa Tengah 1880. Meninggal di Batavia, 7 Desember 1918 pada umur 37 atau 38 tahun, adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia.

Simaknews.id – Tirto Adhi Soerjo lahir sebagai Raden Mas Djokomono di Cepu, Blora Jawa Tengah 1880.  Meninggal di Batavia, 7 Desember 1918 pada umur 37 atau 38 tahun.

Ia adalah seorang tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia.

Tirto juga dikenal sebagai perintis persurat kabaran dan kewartawanan nasional Indonesia. Namanya sering disingkat T.A.S.

Tirto menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905), Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908).

Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia).

Seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli.

Tirto adalah orang pertama yang menggunakan surat kabar sebagai alat propaganda dan pembentuk pendapat umum.

Dia juga berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pemerintahan kolonial Belanda pada masa itu.

Ditangkap dan meninggal

Akhirnya Tirto ditangkap dan disingkirkan dari Pulau Jawa dan dibuang ke Pylau Bacan, dekat Halmahera (Provinsi Maluku Utara).

Setelah selesai masa pembuangannya, Tirto kembali ke Batavia, dan meninggal dunia pada 7 Desember 1918.

Kisah perjuangan dan kehidupan Tirto diangkat oleh Pramoeddya Ananta Toer dalam Tetralogi Buru dan Sang Pemula.

Bapak Pers Nasional

Pada 1973, pemerintah mengukuhkannya sebagai Bapak Pers Nasional Pada tanggal 3 November 2006.

Tirto mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional melalui Keppres RI no 85/TK/2006.

Setelah pulang dari Maluku ke Jawa, Tirto melakukan kunjungan ke para saudagar dan para bangsawan seperti yang dilakukan Wahidin Soedirohoesodo.

Kunjungan-kunjungan ini dilakukan untuk menggalang dana guna sebagai biaya untuk mendirikan terbitan surat kabarnya.

Kunjungi tokoh dan bangsawan

Selama kunjungan tersebut, dia juga menyampaikan gagasannya untuk mendirikan sebuah perhimpunan yang bertujuan untuk memajukan kaum pribumi yang dia sebut “bangsa yang terprentah” agar terlepas dari penjara kolonial.

Tokoh-tokoh yang dia kunjungi dalam perencanaan perhimpunan ini , seperti Raden Mas Prawirodiningrat yang saat itu menjabat sebagai Jaksa Kepala Batavia, Taidji’in Moehadjilin, Tamrin Mohammad Tabrie dan Bachram.

Pada akhirnya, pengumuman di selebaran-selebaran surat kabar bernahasa melayu pun mengabarkan bahwa Sarikat Priyayi telah didirikan pada tahun 1906.

Pada selebaran tersebut dinyatakan bahwa cabang awal berada di Betawi dan akan memperbanyak cabang.

Tujuan mereka adalah pendidikan priyayi dan bangsawan pribumi dengan mendirikan studiefonds (Lembaga dana pendidikan).

Dimata Ki Hajar Dewantara dan tokoh lain

Ketika menulis buku kenang-kenangannya pada tahun1952, Ki Hajar Dewantara mencatat tentang diri Tirtohadisoerjo sebagai berikut:

“Kira-kira pada tahun berdirinya Boedi Oetomo ada seorang wartawan modern, yang menarik perhatian karena lancarnya dan tajamnya pena yang ia pegang”.

Yaitu almarhum R.M.Djokomono, kemudian bernama Tirtohadisoerjo, bekas murid STOVIA yang waktu itu bekerja sebagai redaktur harian Bintang Betawi (yang kemudian bernama Berita Betawi) lalu memimpin Medan Prijaji dan Soeloeh Keadilan. Ia boleh disebut pelopor dalam lapangan journalistik.

Sudarjo Tjokrosisworo dalam bukunya Sekilas Perjuangan Suratkabar (terbit November 1958) menggambarkan  Tirtohadisoerjo sebagai seorang pemberani.

“Dialah wartawan Indonesia yang pertama-tama menggunakan suratkabar sebagai pembentuk pendapat umum, dengan berani menulis kecaman-kecaman pedas terhadap pihak kekuasaan dan menentang paham-paham kolot.

Kecaman hebat yang pernah ia lontarkan terhadap tindakan-tindakan seorang kontrolir, menyebabkan Tirtohadisoerjo disingkirkan dari Jawa, dibuang ke Pulau Bacan,” tulis Tjokrosisworo.

Warisan dan karya

Pada 10 November 2021, nama R.M. Tirto Adhi Soerjo diabadikan sebagai nama jalan di Kota Bogor, dan diresmikan oleh walikota Bima Arya.

Berbagai tulisan fiksi dan non fiksi nya, merupakan  maha karya dari seorang maestro tokoh pers dan tokoh kebangkitan persuratkabaran nasional pada jamannya.*(sumber: disari dari wikipedia)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *