hut_cmi_2025

Terganjal Tiga Permasalahan, PKM USB YPKP Berikan Pelatihan Pembuatan Produk Kripik Mangga Gedong Gincu di Desa Jembarwangi

mangga Gedong Gincu
Kegiatan PKM (program pengabdian kepada masyarakat) di Sumedang, Kecamatan Tomo, yang dilakukan oleh Universitas Sangga Buana YPKP,

BANDUNG, SimakNews.id – Besarnya potensi ekonomi di suatu daerah acapkali tidak diimbangi dengan pengelolaan atau manajemen produksi yang baik. Alhasil, potensi yang mestinya bisa mendongkrak roda perekonomian hanya bisa berjalan stagnan.

Kondisi itu juga terjadi di Desa Jembarwangi, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang yang dikenal sebagai daerah penghasil buah mangga Gedong Gincu.

Kendati menghasilkan banyak mangga Gedong Gincu, namun untuk mengembangkan potensi, masyarakat sekitar atau petani mangga yang memiliki cita rasa manis dan asam itu nyatanya belum bisa dilakukan secara signifikan.

Hal itu terungkap dari data yang diperoleh melalui observasi lapangan dan wawancara dengan mitra sasaran, mitra desa serta diskusi dengan mahasiswa Universitas Sangga Buana yang sudah pernah melakukan praktik KKN di desa Jembarwangi.

Pelatihan Pembuatan Produk Kripik Mangga Gedong Gincu Di Desa Jembarwangi, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang.

Hasilnya, sejumlah persoalan prioritas yang dihadapi mitra sasaran, yakni proses produksi, pemasaran dan administrasi bisnis.

Baca Juga : Masuki Edisi ke-5, SoBAT LPPM USB jadi Inspirasi bagi Akademisi

“Kegiatan PKM (program pengabdian kepada masyarakat) di Sumedang Kecamatan Tomo, yang dilakukan oleh Universitas Sangga Buana YPKP, pada kesempatan ini berfokus pada Pelatihan Pembuatan Produk Kripik Mangga Gedong Gincu di Desa Jembarwangi, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang,” kata Wakil Rektor 3 Universitas Sangga Buana YPKP Bandung, Dr. Nurhaeni Sikki, S.A.P., M.A.P., dalam keterangan resminya.

Nurhaeni menjelaskan, ada tiga permasalahan prioritas yang didapat berdasarkan hasil observasi yang dilakukan mahasiswa USB YPKP.

Pertama, aspek proses produksi mulai dari persiapan bahan baku dimana ketersediaan bahan baku yang tidak stabil.

“Mangga Gedong Gincu hanya dapat diperoleh selama periode tertentu, yakni dari bulan Juni hingga Januari. Keterbatasan periode ini memengaruhi kelancaran produksi dan ketersediaan
bahan baku secara konsisten,” jelas Nurhaeni.

Baca Juga : Lewat PKM, USB YPKP Bandung Jadikan Budidaya Ikan Koi sebagai Unggulan Desa Cibubuan Sumedang

Kedua, sambung Nurhaeni, klasifikasi dan pemanfaatan mangga berdasarkan kelas kualitas pada masa panen. Dalam hal ini, keberlimpahan mangga Gedong Gincu dikategorikan ke dalam beberapa kelas kualitas, yaitu Grade AB1 yang ditujukan untuk ekspor, Grade AB2 untuk pasar domestik, dan Grade AB3.

“Grade AB3 ini yang seringkali dijual dengan harga rendah atau bahkan terbuang akibat tidak memenuhi standar untuk ekspor atau pasar lokal,” sebutnya.

PKM USB YPKP berikan Pelatihan Pembuatan Produk Kripik Mangga Gedong Gincu di Desa Jembarwangi.

Poin selanjutnya, berkaitan dengan proses produksi di mana kendala modal manusia. Terdapat kesulitan dalam penguasaan keterampilan oleh sumber daya manusia untuk mengoperasikan mesin-mesin pendukung produksi, seperti mesin vacuum frying dan mesin pengering spinner.

“Situasi ini menyebabkan peralatan produksi tersebut tidak termanfaatkan dengan optimal, khususnya setelah berakhirnya program KKN yang menyisakan kekosongan dalam operasional,” paparnya.

Tak hanya itu, ungkap Nurhaeni, pada poin kedua ini kebutuhan peralatan standar masuk dalam permasalahan prioritas.

“Teridentifikasi kekurangan alat-alat produksi yang sesuai dengan standar yang diperlukan, meliputi alat pengupas mangga, pengiris mangga, freezer, timbangan, dan kontainer penyimpanan mangga,” ungkapnya.

Baca Juga : Panglima TNI Kunjungi MUI Bahas Masalah Keagamaan dan Palestina

Kemudian, lanjut Nurhaeni, dari aspek pemasaran di mana mitra sasaran mengalami kesulitan untuk memasarkan produk kripik mangga Gedong Gincu ke pasar lokal, apalagi melalui jalur online, dikarenakan kurangnya pemahaman tentang cara melakukan pemasaran tersebut.

“Mitra belum memahami cara merancang desain kemasan untuk produk olahan mangga Gedong Gincu yang menarik, sehingga berpotensi menghambat daya tarik produk di pasar,” ujarnya.

Namun, mahasiswa KKN telah membantu pembuatan NIB dan sertifikasi halal, desain kemasan. Gapoktan belum memahami dan melaksanakan proses-proses tersebut secara mandiri.

“Untuk hasil produksi yang akan datang akan mengacu pada SNI,” ucapnya.

Selanjutnya, kata Nurhaeni, aspek administrasi bisnis, yakni modal manusia di mana terdapat kebutuhan untuk meningkatkan kualitas modal manusia yang bertanggung jawab atas produksi guna meminimalkan kesalahan yang dapat menyebabkan kerugian.

“Lalu terkait keuangan bisnis, dalam hal ini mitra sasaran belum dapat melakukan akuntansi sederhana, sering mencampuradukkan keuangan pribadi dengan keuangan usaha, serta belum memiliki sistem pencatatan keuangan yang memadai untuk melacak pengeluaran, pemasukan, dan laba/rugi,” bebernya.

Selain itu, ada juga permasalahan administrasi inventori di mana belum ada sistem pencatatan dan pemantauan stok bahan baku dan produk jadi yang efektif.

Baca Juga : Dorong Percepatan Pembangunan Daerah, DRTPM Gaet IDE LPKIA dengan Memberikan Pelatihan Pemasaran di Desa Lamajang

“Hal ini menyebabkan kesulitan dalam perencanaan pembelian dan potensi risiko kekurangan atau kelebihan stok,” ujarnya.

Terakhir, sebut Nurhaeni, standarisasi Produk di mana pihaknya menemukan belum adanya konsistensi dalam mematuhi standar mutu dan keamanan pangan yang berlaku.

“Termasuk pengelolaan higiene dan sanitasi dalam proses produksi, serta belum mendapatkan sertifikasi produk dan izin usaha yang diperlukan,” sebutnya.

Nurhaeni menambahkan, kegiatan yang dilakukan pihaknya tersebut dalam rangka implementasi Sustainable Development Goals (SDGs) melalui pembuatan produk kripik Mangga Gedong Gincu di Desa Jembarwangi, Kecamatan Tomo, Sumedang.

PKM USB YPKP Berikan Pelatihan Pembuatan Produk Kripik Mangga Gedong Gincu di Desa Jembarwangi.

Kemudian, melalui Direktorat Riset, Teknologi, dan Pengabdian kepada Masyarakat (DRTPM), pihaknya menerapkan paradigma kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang bersifat problem solving, komprehensif, bermakna, tuntas dan berkelanjutan dengan sasaran yang tidak tunggal dan melibatkan kolaborasi antara dunia pendidikan, masyarakat, pemerintah, dunia usaha dan dunia industri (DuDi).

Baca Juga : Lewat PKM, USB YPKP Bandung Jadikan Budidaya Ikan Koi sebagai Unggulan Desa Cibubuan Sumedang

“Pengabdian kepada masyarakat yang merupakan hilirisasi dari produk-produk hasil penelitian di perguruan tinggi harus mampu diterapkan dan memberikan kontribusi bagi masyarakat secara luas,” terangnya.

Dalam hal ini, kata Nurhaeni, DRTPM memfasilitasi bagi insan perguruan tinggi untuk melaksanakan tridarma perguruan tinggi yang salah satunya adalah pengabdian kepada masyarakat yang bertujuan untuk menerapkan hasil penelitian dan keunggulan dari perguruan tinggi.

“Keberlanjutan dari program pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan dapat memberikan kontribusi untuk kemajuan dan kemandirian bangsa dan negara,” katanya.

Menurutnya, bentuk pelaksanaan program pengabdian kepada masyarakat secara umum melibatkan kolaborasi dan peran beberapa aktor, antara lain Tim Pelaksana yang merupakan sekelompok dosen tetap perguruan tinggi.

“Ada juga mitra sasaran adalah kelompok masyarakat/kelompok yang menjadi sasaran dari pelaksanaan program pengabdian kepada Masyarakat,” tuturnya.

Baca Juga : Setelah Ramadhan Usai, Istiqomah Itu Sulit Tapi Harus Diusahakan

Kemudian, Mitra Pemerintah Daerah/Desa adalah institusi pemerintahan di mana kelompok masyarakat/mitra sasaran bernaung yang akan mendukung pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada Masyarakat.

“Termasuk, Mitra DuDi/CSR yang merupakan lembaga usaha sesuai ketentuan PP Nomor 7 Tahun 2021 atau Corporate Social Responsiblity dari perusahaan yang bertanggung jawab sosial kepada masyarakat yang dimungkinkan bekerja sama,” pungkasnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *