BANDUNG BARAT, SimakNews.id – Wakil Ketua III DPRD Kabupaten Bandung Barat, Asep Dedi angkat suara terkait putusan majelis hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung yang mengabulkan gugatan mantan Kepala Bappelitbangda KBB, Rini Sartika terkait polemik rotasi mutasi Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama (JPTP) di lingkungan Pemkab Bandung Barat.
Menurutnya, kejadian ini menjadi sebuah fenomena keberanian dari seorang pejabat di bawah berani untuk menggugat atasannya yang melakukan kesalahan.
“Ini harus menjadi indikator bagi para birokrat lain di lingkungan Pemkab Bandung Barat. Jadi, tatkala melihat atasan diketahui melakukan kesalahan maupun penyimpangan dalam tata kelola pemerintahan jangan takut untuk berbicara,” kata Asep Dedi, Sabtu 29 Maret 2025.
Kendati demikian, tegas politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) KBB ini, keberanian yang disuarakan itu merupakan kebenaran sebagaimana yang dilakukan mantan Kepala Bappelitbangda KBB (Rini Sartika).
“Jadi jangan takut untuk menyuarakan kebenaran agar tercipta birokrasi yang baik di Bandung Barat,” tegasnya yang juga Ketua DPC PKB Bandung Barat ini.
Tak hanya itu, Asep Dedi juga menyarankan agar Pemkab Bandung Barat menerima keputusan majelis hakim PTUN Bandung yang mengabulkan gugatan dari seorang Rini Sartika, karena dengan munculnya wacana banding hanya akan memperpanjang masalah yang akibatnya terus menerus menuai kegaduhan.
“Lebih baik terima dengan lapang dada dan fokus membenahi birokrasi di lingkungan Pemkab Bandung Barat. Apa yang menjadi hasil putusan majelis hakim jadikan sebagai momentum untuk mengevaluasi,” katanya.
Terlebih, sambung Asep Dedi, untuk Bupati dan Wakil Bupati Bandung Barat Jeje Ritchie Ismail dan Asep Ismail lebih baik fokus pada apa yang menjadi kewenangannya sebagai kepala daerah.
“Saya sarankan kepada pak bupati dan pak wakil untuk tidak masuk dalam lingkaran persoalan yang padahal mereka tidak mengetahui duduk persoalannya,” ujarnya.
“Bahkan persoalan ini terjadi jauh sebelum mereka menjadi calon kepala daerah di Bandung Barat,” imbuhnya.
Asep Dedi menegaskan, dirinya sangat mendukung Bupati Bandung Barat untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap kebijakan atau langkah yang diambil para bawahannya.
“Kalau dalam evaluasi itu banyak ditemukan anomali atau penyimpangan yang dilakukan birokrat di Bandung Barat segera ambil langkah tegas,” katanya.
Berdasarkan salinan putusan PTUN Bandung, ungkap Asep Dedi, terdapat sejumlah catatan yang dinilai cacat administrasi, seperti tergugat menerbitkan Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 100.3.3.2/Kep. 560 – BKPSDM/2024 Tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di lingkungan Pemkab Bandung Barat pada tanggal 2 September 2024, sedangkan pertimbangan teknis BKN telah habis masa berlakunya.
“Sehingga, SK tersebut tidak didasarkan pada persetujuan dan pertimbangan teknis BKN sebagaimana ketentuan Pasal 25 ayat 2 Perpres
116/2022,” bebernya.
Meskipun tergugat mendapatkan pembaruan pertimbangan teknis BKN pada tanggal 31 Oktober 2024, sambung Asep Dedi, namun hal tersebut tidak menjadikan itu memenuhi prosedur karena SK Mutasi tertanggal 2 September 2024 terbit lebih dahulu dibanding pembaruan pertimbangan teknis BKN pada tanggal 31 Oktober 2024.
“Majelis hakim menilai SK Mutasi tanggal 18 November 2024 dan SK Mutasi tanggal 2 September 2024 merupakan satu kesatuan karena SK Mutasi terakhir tidak membatalkan SK Mutasi sebelumnya,” ucapnya.
Kedua SK tersebut, terang Asep Dedi, berlaku dan mempunyai kekuatan hukum, namun perubahan SK Mutasi tanggal 2 September 2024 melalui SK Mutasi tanggal 18 November 2024 tidak menjadikan mutasi ASN yang dibuat tergugat menjadi sah.
“SK Mutasi tanggal 18 November 2024 merupakan perubahan atas SK Mutasi sebelumnya yang cacat administrasi karena tidak menempuh prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” terangnya.
Tak cuma itu, lanjut Asep Dedi, dari salinan putusan juga majelis hakim mencermati permohonan/usulan uji kompetensi yang diajukan penggugat kepada KASN. Pada surat KASN termuat tabel nama ASN yang direncanakan akan dilakukan uji kompetensi (Penggugat menempati urutan ke-19 pada tabel).
“Di situ tertuang penggugat dinilai memiliki kinerja dengan predikat kurang pada hasil evaluasi kinerja 2023. Sedangkan bukti menyatakan hasil kerja penggugat sebagai 5 rencana hasil kerja Penggugat direalisasikan 100% hasil kerja di mana pencapaian 100% tersebut diketahui dan dinilai sendiri oleh tergugat.
“Jadi, tergugat memberikan umpan balik atas kinerja Penggugat tersebut dengan menyatakan ‘Bagus dan tingkatkan’. Rating hasil kerja yang diberikan oleh Tergugat kepada Penggugat yakni Sesuai Ekspektasi,” sambungnya.
Kemudian, lanjut Asep Dedi, pada 7 perilaku kerja penggugat diketahui dan dinilai sendiri oleh tergugat dan memberikan umpan balik atas kinerja Penggugat tersebut dengan menyatakan ‘Bagus dan tingkatkan’.
“Dari penilaian rencana hasil kerja dan perilaku kerja yang diketahui dan dinilai sendiri oleh tergugat kemudian memberikan kesimpulan bahwa rating perilaku kerja yakni Dibawah Ekspektasi dan predikat kinerja pegawai Kurang,” sebutnya.
Oleh karena itu, kata Asep Dedi, majelis hakim berkesimpulan bahwa SKP penggugat telah dinilai keliru oleh tergugat selaku pejabat penilai kerja lantaran terjadi ketidaksesuaian antara nilai pada indikator hasil kerja dan perilaku kerja dengan kesimpulan berupa rating perilaku kerja dan predikat kinerja.
“Itu beberapa cacat administrasi yang dilakukan birokrat Pemkab Bandung Barat dalam salinan putusan di PTUN. Masih ada beberapa seperti ketidakcermatan birokrat dalam menerbitkan SK mutasi ASN sehingga majelis hakim berkesimpulan bahwa penerbitan objek sengketa dalam aspek prosedural/substansial telah bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik,” tandasnya. ***