Bandung, SimakNews.id – Sebuah fakta mengejutkan diungkap Public Eye yang merilis hasil investigasi adanya asupan gula tambahan dengan jumlah beragam pada produk-produk asupan bayi dan anak dari Nestlé yang beredar di negara-negara berpenghasilan rendah termasuk Indonesia.
Sementara itu, untuk produk-produk Nestlé serupa yang beredar di negara-negara maju seperti di Eropa tidak mengandung gula tambahan.
Laporan investigasi tersebut terbit pada 17 April 2024 lalu dan bisa diakses di laman https://stories.publiceye.ch/nestle-bayi/ dan diungkap dalam Media Briefing yabg bertajuk ‘Mengapa Gula Tambahan pada Produk Makanan Bayi dan Anak Masih Diizinkan di Indonesia?’, yang digelar secara daring pada Rabu 22 Mei 2024.
Sekadar informasi, Public Eye merupakan sebuah lembaga advokasi kebijakan independen berbasis di Switzerland bekerja sama dengan International Baby Food Action Network (IBFAN).
Adapun produk-produk Nestlé yang diinvestigasi antara lain bubur bayi Cerelac dan susu pertumbuhan Nido (di Indonesia dipasarkan sebagai Dancow).
“Merek makanan bayi terkemuka Nestlé, yang dipromosikan di negara-negara berpendapatan rendah dan menengah sebagai merek makanan sehat dan dianggap bisa berperan penting untuk mendukung tumbuh kembang anak, ternyata mengandung gula tambahan dalam jumlah tinggi,” tulis Laurent Gaberell dan Patti Rundall bersama Manuel Abebe, April 2024.
Padahal, di Swiss yang tak lain negara tempat kantor pusat Nestlé, produk semacam itu dijual tanpa gula tambahan.
“Ini adalah temuan utama dari investigasi baru yang dilakukan oleh Public Eye dan International Baby Food Action Network (IBFAN), yang menyoroti kemunafikan Nestlé dan strategi pemasaran menipu yang dilakukan oleh produsen makanan raksasa asal Swiss tersebut,” paparnya.
“Temuan ini penting sekali untuk disikapi serius oleh semua pihak khususnya pemerintah untuk mengkaji ulang aturan pemerintah yang ada, mengingat tambahan gula pada produk yang dikonsumsi bayi dan anak ini bisa meningkatkan risiko penyakit pada anak,” sambungnya.
AIMI yang merupakan anggota jejaring IBFAN di Indonesia juga mendapatkan informasi bahwa di beberapa negara seperti Bangladesh dan India, pemerintahnya sudah mulai mengkaji ulang aturan di negara mereka sebagai tindak lanjut atas laporan ini.
Ketua Umum AIMI, Nia Umar menyebut, pihaknya telah mengirimkan surat kepada pemerintah untuk mendorong pengaturan kebijakan terhadap gula tambahan dalam produk makanan bayi dan anak.
“Hal tersebut ditujukan untuk melindungi orang tua terhadap promosi yang tidak etis terhadap produk Nestle yang juga bahkan diendorse oleh tenaga kesehatan” kata Nia.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX DPR RI, Arzeti Bilbina menuturkan, 108 atau 98 persen produk Nestle terbukti mengandung gula tambahan dimana hal tersebut melanggar UU No 8 tahun 1999 perlindungan konsumen.
“Terkait hal ini, tindakan ini adalah sebuah pelanggaran dan termasuk pelanggaran SNI,” tegasnya.
“Tambahan gula itu dapat membahayakan karena memberikan ketergantungan terhadap rasa manis bagi anak-anak,” ucapnya.
Sementara itu, Policy Innovation Center Indonesia (PIC Indonesia) menyampaikan, Eropa tidak menoleransi adanya pemberian gula tambahan pada produk bayi, sedangkan Indonesia masih memberikan toleransi pemberian gula tambahan pada susu formula untuk bayi dan makanan pendamping ASI.
“Padahal Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Indonesia ada di peringkat ke 5 dunia untuk kasus Diabetes Melitus (DM), dan berdasarkan data RISKESDAS 2023, kasus obesitas naik 10 kali lipat dalam empat dekade di Indonesia,” ungkapnya.
Oleh karena itu, PIC Indonesia berharap pemerintah melakukan perubahan dan memperketat regulasi yang ada.
“Itu perlu dilakukan agar tidak ada celah bagi industri untuk memberikan gula tambahan pada produk bayi dan anak di Indonesia,” ucapnya.
Dokter ahli gizi kesehatan masyarakat, Dr. Tan Shot Yen menjelaskan, obesitas dapat memicu kanker, sebab menjadi pintu utama dalam masuknya penyakit kronis lainnya.
“Biarkan yang manis anak-anak kita, tetapi bukan makanan dan minuman yang dikonsumsinya,” ungkap quote Dr. Tan menutup paparannya.***