Manado, Simaknews.id – Desa Palamba yang terletak di wilayah Kecamatan Langowan Selatan merupakan desa tertua di tanah Minahasa. Bukti yang menunjang hal itu adalah ditemukannya berbagai situs sejarah di Palamba. Salah satunya adalah waruga/makam Toar dan Lumimuut.
Diyakini Toar dan Lumimuut adalah manusia pertama yang menginjakkan kaki di tanah Minahasa,
Keberadaan cagar budaya Waruga Toar Lumimuut yang sudah ada ribuan tahun lalu inipun masih tetap menjadi legenda. Hal ini disebabkan tidak adanya data tertulis yang menceritakan dengan pasti tentang hal ini selain diperoleh dari para penutur sejarah.
Ada tiga versi legenda yang paling populer tentang Toar Lumimuut yaitu versi Deutro Mongoloid, versi Jepang, dan versi Minahasa.
Terdapat perbedaan kisah pada masing-masing versi ini, akan tetapi ketiganya memiliki beberapa persamaan cerita. Salah satudiantaranya bahwa Lumimuut ini adalah putri kerajaan yang berkhianat dan melarikan diri.
Kali ini simaknews mencoba menuliskan sedikit tentang legenda waruga Toar Lumimuut berdasarkan salah satu versi yaitu versi Minahasa .
Penulis sadar bahwa versi inipun bisa saja berbeda dari versi Minahasa lainnya, sebab yang namanya legenda siapapun bisa membuat versinya yang tentu saja disertai bukti yang kuat.
Akan tetapi versi Minahasa yang diangkat kali ini ditulis sesuai penuturan langsung dari bapak Teni Sumual, penjaga waruga Toar Lumimuut yang di temui beberapa waktu lalu.
Bapak Teni ditunjuk sebagai penjaga dan pelestari aset budaya ini berdasarkan SK kementrian Kebudayaan tahun 90.
Penunjukkan ini sangat beralasan sebab Teni sudah dari dulu menjaga dan melestarikan waruga ini bersama orangtuanya. Alasan lainnya adalah secara hukum waruga ini teletak di atas tanah milik keluarga Teni.
Toar dan Lumimuut
Cerita Toar Lumimuut menurut Teni merupakan salah satu dari beberapa sejarah tertua di dunia. Baik versi Minahasa maupun versi Mongolia, memberi pernyataan yang sama bahwa manusia Toar dan Lumimuut hidup di sekitar zaman purba, yakni di jaman para nabi. Bahkan diperkirakan Toar Lumimuut sudah ada sebelum munculnya nabi Musa.
Secara etimologi Toar dan Lumimuut memiliki artinya masing-masing. Toar atau toaran niendo memiliki arti ufuk timur, tempat terbitnya matahari. Adapun Lumimuut, limuut im watu, memiliki arti peluh batu atau keringatnya batu yang kita kenal dengan lumut.
Konon dikisahkan pada waktu itu terdapat dua anak manusia laki-laki dan perempuan. Laki-laki bernama Toar sedangkan perempuan bernama Lumimuut. Lumimuut berumur lebih tua daripada Toar.
Berdasarkan versi Monggoloid, Jepang atapun Minahasa mereka berdua adalah anggota suatu kerajaan yang berkhianat dan melarikan diri ke tanah Minahasa yang pada waktu itu masih tidak berpenghuni.
Kemudian pada waktu itu Opo Wananatas, Yang Maha Kuasa, menurunkan seorang malaikat bernama Karema di sebuah tempat yang sekarang dikenal dengan sebutan Bukit Kasih. Malaikat ini diturunkan untuk menuntun Toar dan Lumimuut, termasuk untuk menikahkan mereka.
Namun sebelum menikahkan Toar dan Lumimuut, mereka diberikan syarat yang cukup berat oleh Karema. Syarat yang pertama adalah mereka harus mengelilingi tanah Minahasa dengan membawa sebuah kayu tongkat. Dan syarat berikutnya adalah mereka hanya boleh akan menikah apabila mereka bisa bertemu lagi, dan kayu yang mereka bawa ukurannya tidak sama panjang lagi.
Toar dan Lumimuut pun menerima persyaratan ini. Alkisah, merekapun diberikan masing-masing sebuah kayu yang sama panjangnya. Kepada Toar diberikan tongkat/kayu dari Tawaang(sarau), dan kepada Lumimuut diberikan tongkat kayu dari Tuis (amamum album)
Toar dan Lumimuut akhirnya memulai perjalanan dari titik yang sama namun dengan arah yang berbeda. Toar mengarah ke arah Utara, sedangkan Lumimuut diperintahkan untuk mengarah ke selatan.
Toar dan Lumimuut Menikah
Setelah melakukan perjalanan panjang dan lama akhirnya pada suatu hari Toar dan Lumimuut bertemu lagi di sebuah tempat yang bernama Gunung Ulumatus. Dan saat mereka bertemu ternyata tongkat yang mereka bawa tidak lagi sama panjang. Tongkat Lumimuut agak lebih pendek daripada tongkat Toar.
Hal ini terjadi karena Lumimuut telah menggunakan kayu tersebut sebagai tongkat atau titian selama melakukan perjalanan panjang mengelilingi tanah Minahasa ini. Sementara Toar sepanjang pengembaraannya hanya memikul tongkatnya .
Demi diketahui malaikat Karema bahwa mereka telah bertemu dan ternyata kayu yang mereka bawa tidak sama panjangnya, maka malaikat Karema turun dari Sorga dan akhirnya menikahkan mereka di sebuah desa yang sekarang dikenal sebagai Winebetan.
Colombus Keturunan Toar Lumimuut
Setelah mereka menikah, Toar dan Lumimuut memiliki 9 orang anak. Diyakini salah satu keturunan dari Toar dan Lumimuut menjadi cikal bakal penemu benua Amerika. Konon, versi Mongolia pun ikut menyebut bahwa awal sejarah Amerika juga ada hubungannya dengan Toar Lumimuut.
Disebutkan, anak kelima Toar dan Lumimuut yang bernama Lingkan Bene menikah dengan warga Itali bernama Aruns Gurito. Dari pernikahan keduanya ini kelak mereka memiliki keturunan yang bakal menemukan benua Amerika yakni Columbus.
Sebagai informasi saja, Italia sudah ada sejak dahulu kala, dan Itali juga merupakan salah satu negara tua di dunia disamping Turki.
Toar dan Lumimuut hidup secara nomaden. Mereka terus berpindah-pindah untuk bertahan hidup. Selain untuk bertahan hidup, mereka juga juga ekspansi daerah dan bertemu dengan pengunjung-pengunjung lain tanah Minahasa pada jaman itu.
Salah satu tempat yang disinggahi dan akhirnya menjadi tempat terakhir mereka menetap dan meninggal adalah di sebuah lokasi yang sekarang dikenal dengan nama Desa Palamba.
Paramba, Awal Mula Palamba
Desa Palamba adalah desa tertua di tanah Minahasa. Konon kata Palamba berasal dari kata “paramba”. Paramba/parambaan merupakan kata benda dari “rumamba”. Rumamba dalam bahasa setempat artinya naik rumah baru.
Rumamba adalah sebuah kebiasaan di tanah Minahasa dimana orang selalu mengadakan acara syukuran setiap kali memasuki sebuah wilayah atau rumah baru.
Jadi menurut kisah yang berkembang, setiap kali Toar dan Lumimuut dan keluarganya membuka lahan/wilayah baru mereka selalu mengadakan syukuran rumamba di tempat mereka menetap ini.
Dari situlah mereka mulai sering menyebut tempat tinggal mereka dengan parambaan. Dan pada akhirnya kata parambaan ini berubah menjadi kata Palamba.
Keyakinan bahwa waruga ini adalah benar makamnya Toar dan Lumimuut dan bahwa mereka benar tinggal di Palamba, diperkuat dengan adanya Loilong watu, sebuah goa batu yang posisinya 200m arah utara waruga.
Disana terdapat sebuah meja terbuat dari batu diyakini merupakan tempat mereka beraktifitas. Selain itu, di sekitar gua itu juga terdapat sebuah sumur, sumur Pasapen yang merupakan sumber air penunjang kehidupan Toar Lumimuut dan keluarganya.
Waruga Toar Lumimuut
Waruga berbentuk kubus yang terbuat dari batu ini konon merupakan tempat dimakamkannya Toar dan Lumimuut. Selain jasad Toar dan Lumimuut, menurut Teni, ikut dikuburkan juga berbagai perkakas Toar dan Lumimuut seperti pedang, keris dan benda pusaka lainnya.
Hal ini dibuktikan dengan sebuah penelitian. Masih menurut Teni, pada tahun 1980 pada masa pemerintahan Guberunur Worang, seorang peneliti Jerman di masa pemerintahan kuntua Pes di Palamba, pernah mengadakan penelitian di waruga ini dengan menggunakan alat canggih.
Dari hasil penelitian ini mereka mendeteksi adanya rangka manusia yang terkubur di bawah batu ini dan juga berbagai barang lainnya.
Waruga ini berukuran kurang lebih dua meter diatas permukaan tanah dan dengan kedalaman yang cukup dalam, dimana terdapat rangka Toar dan Lumimuut.
Menurut penuturan Teni, diperkirakan waruga ini telah berusia ribuan tahun. Bila ditarik ke belakang dan dibuktikan dengan perkembangan jaman, waruga ini dibuat pada jaman dimana orang mulai mengenal batu sebagai alat yang penting dalam kehidupan.
Pada waktu itu manusia sudah bisa membuat kapak dari batu/tamako untuk berbagai keperluan hidup. Dan dengan menggunakan kapak batu ini mereka membuat waruga Toar Lumimuut inj. Adapun jarak antara jaman Opo Toar ke jaman batu adalah selisih 12 generasi. Jadi bisa dipastikan selama itu orang sangat merawat dan menjaga makam tersebut.
Bagian atas/tutup atas waruga ini berbentuk kerucut dengan empat sisi. Masing-masing sisi memiliki gambar dan relief yang berbeda.
Sisi yang menghadap utara adalah relief seorang laki-laki yaitu Toar, dan pada sisi sebelah selatan adalah relief seorang perempuan yaitu Lumimuut.
Pada sisi yang menghadap barat terdapat gambar Etnografi dengan tujuh lekukan. Menurut Teni tujuh lekukan itu melambangkan tujuh wilayah tanah Minahasa sekarang yang memang dari jaman dulu sudah ditentukan oleh Toar sebagai pemimpin rapat besar di Pinawetengan.
Adapun tujuh wilayah yang dibagai itu adalah Tontemboan, Tombulu, Tonsea, Tolour, Tonsawang, Pasanwangko, dan Ponosakan
Waruga Toar Lumimuut Sekarang
Saat ini waruga Toar Lumimuut, menurut Teni, sering dikunjungi berbagai kalangan. Selain para pemerhati budaya, mahasiswa dari berbagai kampus juga sering melakukan penelitian dan study tour di waruga ini.
Beberapa pihak pernah menganjurkan Teni untuk membuat waruga ini sebagai destinasi wisata. Namun Teni menolak anjuran ini. Menurutnya menjadikan waruga ini sebagai destinasi wisata akan membawa dampak positif dan sekaligus dampak negatif.
Dampak positifnya adalah bisa meningkatkan ekonomi desa, namun dampak negatifnya adalah akan terjadi berbagai kerusakan terutama pada waruga itu sendiri.
Teni lebih memilih tetap mempertahankan waruga ini sebagai stus kebudayaan yang perlu dilestarikan keberadaannya. Apalagi mengingat Toar dan Lumimuut merupakan leluhur orang Minahasa.
Teni yang saat ni diminta pemerintah Bidang Jaranitra (sejarah dan nilai tradisional) Propinsi Sulut untuk menyusun sejarah Minahasa ini, berharap situs ini mendapat perhatian khusus lagi oleh pihak terkait.
Salah satu harapan Teni sekarang ini adalah ingin mengganti tembok sekeliling lokasi waruga yang selama ini berlapis keramik dengan batu alami agar kesan dan ciri khas budaya dari waruga ini akan semakin kental.(SN-NORVANURDIN)