CIMAHI, POTENSINETWORK.COM – Pemkot Cimahi terus berupaya mengentaskan persoalan kawasan kumuh di wilayahnya dengan empat kelurahan sebagai fokus utama.
Penjabat (Pj) Wali Kota Cimahi, Dicky Saromi mengatakan, dari luas Kota Cimahi 4.243 ha terdapat kawasan kumuh seluas 156,47 ha yang terbagi kedalam 28 kawasan dan tersebar di 15 kelurahan sesuai Surat Keputusan Walikota Cimahi No: 663/kep.2330-DPKO/2021 tentang Lokasi Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh tertanggal 31 Desember 2021.
Penanganan kawasan kumuh dilakukan melalui pelaksanaan kegiatan selama tahun 2021 dan 2022 oleh OPD terkait ditambah kegiatan PPM di wilayah melibatkan swadaya masyarakat.
“Fokus penanganan kawasan kumuh Kota Cimahi tahun 2023 ini empat kelurahan, tiga di antaranya kewenangan Pemkot Cimahi dan satu ditangani Pemprov Jabar,” ungkap Pj. Wali Kota Cimahi, Dicky Saromi saat membuka Sosialisasi Kawasan Kumuh di Aula Kec. Cimahi Tengah, Selasa (28/11).
Wilayah yang ditangani Pemkot Cimahi yaitu Kelurahan Cipageran, Kelurahan Pasirkaliki, dan Kelurahan Citeureup, dengan total luas 5,98 ha, serta Kelurahan Cimahi dengan total luas kumuh 11,8 ha yang ditangani Pemprov Jabar.
“Di Cimahi ada 156 hektare kawasan kumuh yang harus diatasi, dari tahun ke tahun ada penurunan secara signifikan. Alhamdulillah luasan kumuh berkurang5,02 hektare sehingga tersisa pada akhir tahun 2022 seluas 151,45 hektare,” ujar Dicky.
Terdapat 7 aspek penanganan kumuh dengan jargon Cimahi Luis Bebas Kumuh (CLBK), mulai dari kondisi bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah pengelolaan persampahan, dan proteksi kebakaran.
Sejumlah kendala muncul dalam penanganan kumuh, di antaranya regulasi pemerintah pusat yang sangat membatasi, pembagian kewenangan, keterbatasan lahan untuk pembangunan infrastruktur serta terbatasnya pembiayaan.
“Terlebih Cimahi kepadatan penduduk tinggi sekali, sehingga tata bangunan secara faktual masih sulit untuk ditertibkan,” tuturnya.
Pemkot Cimahi telah menyusun rencana dan koordinasi melalui Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman (Pokja PKP) untuk segera dilaksanakan. Menyikapi kondisi yang ada, butuh upaya strategis untuk penanganan kawasan kumuh.
Hal itu dapat dimulai dari peningkatan upaya kolaboratif bidang fisik antar OPD dengan pembangunan fisik pada kegiatan PPM. Data tahun 2022 menunjukkan, 60% pekerjaan fisik di kawasan kumuh dilakukan melalui kegiatan PPM dan 40% dari OPD.
Diperlukan penajaman kegiatan PPM dengan prioritas pelaksanaan pada RW di lokasi kumuh, serta porsi pembiayaan proporsional sesuai tingkat kekumuhan di masing-masing RW.
“Hal ini yang menjadi perhatian agar kecamatan dapat fokus ikut bantu mengatasi kawasan kumuh melalui kelurahan dibantu lembaga LPM di wilayahnya,” tuturnya.
Pihaknya juga memadukan program tingkat Kota Cimahi terhadap upaya penanganan kumuh. Seperti Gerakan Orang Cimahi Pilah Sampah (Ompimpah) dan Gerakan One Product One RW (OPOR), Open Defecation Free (ODF), dan lainnya.
Selain itu, dibutuhkan dukungan upaya nonfisik terkait peningkatan ekonomi di lokasi kumuh. Juga peningkatan wawasan dalam penataan ruang dan perizinan bangunan dan kesiapsiagaan bencana dan antisipasi kebakaran.
“Kami juga berupaya mencari alternatif pembiayaan lain untuk penanganan kumuh, baik bersumber dari bantuan Pemprov. Jabar, pemerintah pusat, sumber lainnya yang sah, termasuk pemanfaatan dana CSR atau TJSL serta Baznas,” katanya.***