hut_cmi_2025
News  

Pangan Abadi Warga Kampung Adat Cireundeu yang Tetap Membumi

beras oplosan

KOTA CIMAHI, Simaknews.id – Hebohnya temuan beras oplosan tak mempengaruhi Warga Kampung Adat Cireundeu, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi. Sebabnya, mereka tidak bergantung terhadap beras padi.

Pangan utama bagi Kampung Adat Cireundeu selama ini adalah beras dari singkong atau biasa disebut rasi yang sudah bertahan lebih dari 1 abad. Warisan pangan dari para leluhur itu tetap dipertahann sekitar 60 kepala keluarga (KK).

“Dari kecil memang udah diajarkan dan dibiasakan makan rasi sama orang tua, dan sampai sekarang,” tutur Entis Sutisna (52), salah seorang warga Kampung Adat Cireundeu, Kamis (17/7/2025).

Pada dasarnya, produksi rasi singkong hampir mirip dengan padi yang biasa diolah di penggilingan. Yaitu sama-sama digiling. Mulanya, singkong yang sudah dipanen dari kebun itu dikupas kemudian digiling dan diperas lalu dikeringkan 2 sampai 3 hari hingga menjadi granul.

Serbuk singkong itulah yang kemudian ditanak menjadi nasi. Nasi singkong yang tampilannya ta berbeda jauh dengan nasi yang berasal beras padi itu dituangkannya dalam sebuah piring plastik merah. Putih, likat, dan cocok disandingkan dengan beragam lauk untuk santapan makan sehari-hari.

Kini dengan merebaknya beras padi oplosan yang beredar, Entis semakin bertekad untuk melestarikan rasi sebagai pangan utama yang juga ia wariskan kepada keturunannya. Bahkan ketika ada acara yang menghidangkan nasi, ia biasanya hanya mencicipi lauk-pauknya saja.

Bukan hanya sekedar melestarikan, namun Entis meyakini dalam beras singkong mengandung khasiat yang bisa menyembuhkan berbagai keluhan penyakit. “Jadi memang belum pernah coba nasi. Anak-anak saya kalau sekolah juga bawa bekal dari rumah. Ini bukan hanya sekedar tradisi saja, tapi ada khasiat di dalamnya,” katanya.

Keberadaan rasi sebagai pangan utama bagi warga Kampung Adat Cireundeu diperkirakan berlangsung sejak tahun 1918. Salah satu pencetusnya adalah Aki Ali yang berpikir bahwa sumber pangan warganya yang dijajah harus dipertahankan.

Kondisi masyarakat ketika itu dalam keadaan terjepit ditengah penguasaan penjajah terhadap perkebunan rakyat. Selain itu, letak geografis yang berada di pegunungan membuat warga tidak bisa menanam padi di sawah.

Sehingga para sesepuh dan warga Kampung Adat Cireundeu kala itu berpikir sudah waktunya untuk beralih dari makanan pokok yang berasal dari beras menjadi makanan yang berasal dari umbi-umbian seperti singkong.

“Kalau berbicara sejarah itu rasi (nasi dari singkong) itu dari 1918, tapi itu baru digagas sesepuh dulu baru mencoba umbi-umbian. Jadi sudah sekitar 107 tahun tidak pernah makan beras,” kata Abah Widi.

Enam tahun kemudian tepatnya tahun 1924 sesepuh dan warga mengembangkan singkong menjadi sebuah beras. Ketika sudah biasa dikonsumsi, pemerintah setempat kalau itu menamainya makanan pokok itu rasi.

Menurut Abah Widi, beras dari singkong ini sebetulnya bisa menjadi pangan alternatif bagi masyarakat ditengah maraknya beras oplosan hingga harganya yang semakin mahal. “Ada rasi, beras singkong yang sebetulnya bisa menjadi alternatif. Cuma kan bisa enggak merubah pola makan, karena orang yang makan beras itu kan kebutuhannya cukup besar,” tandasnya.***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *