CIMAHI, SimakNews.id – Kepala SMK Tutwuri Handayani Cimahi, Dani Rahadian angkat suara terkait keluhan orang tua siswa tentang mekanisme pengambilan ijazah yang dinilai tak sesuai dengan kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi.
Diberitakan sebelumnya, Sejumlah orangtua siswa SMK Tutwuri Handayani Kota Cimahi mengeluhkkan masih adanya syarat pengambilan ijazah dengan membayar sisa tunggakan.
Padahal, sebelumnya Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat (Jabar) memerintahkan sekolah cepat menyerahkan ijazah bagi siswa SMA/SMK/SLB. Khususnya, yang sudah lulus tahun akademik 2023/2024 maupun sebelumnya.
Kebijakan tersebut sesuai Surat Edaran Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat Nomor: 3597/PK.03.04.04/SEKRE tentang Ijazah Jenjang SMA/SMK/SLB Tahun Pelajaran 2023/2024 atau Sebelumnya.
“Pertama, yang harus digaris bawahi kami memberikan ijazah itu secara gratis. Namun, ketika kemarin ada tunggakan kami bermusyawarah dengan orang tua siswa,” kata Dani saat ditemui.
Bahkan, ungkap Dani, para orang tua termasuk alumni hadir dalam musyawarah dengan maksud agar ijazah bisa diberikan secara gratis.
Sementara terkait tunggakan, sambung Dani, pihaknya melakukan komunikasi untuk mencari solusi dan mendapatkan kesepakatan dengan orang tua.
“Itu kan harus ada pembicaraan. Dalam artian para alumni menjalani pendidikan di SMK Tutwuri Handayani Cimahi sebelum Pak Dedi Mulyadi menjabat Gubernur Jawa Barat,” katanya.
“Kemudian yang sekarang masih dalam proses. Bahkan, ijazahnya belum ada penyerahan karena belum terbit,” lanjutnya.
Selain itu, Dani juga menuturkan, tatkala ada orang tua siswa yang menitipkan anak-anaknya untuk bersekolah di SMK Tutwuri Handayani tentu ada konsekuensi pembiayaan termasuk SPP dan biaya lainnya.
“Tapi begitu ada peralihan kepemimpinan tentu ada perbedaan secara regulasi dan lain sebagainya. Nah, dasarnya kita melakukan pungutan karena diperbolehkan oleh pemerintah,” tuturnya.
Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 48 Tahun 2008, di situ dijelaskan bahwa sekolah yang didirikan oleh masyarakat bisa dibiayai oleh Pemerintah Pusat, Pemda dan Masyarakat.
“Masyarakat di sini tentunya orang tua siswa dan di Pasal 52 dijelaskan lagi, kita sebagai sekolah swasta diperbolehkan untuk memungut biaya. Sehingga, dari mulai perjalanan pendidikan sampai lulus itu ada biaya yang harus diselesaikan,” tegasnya.
Oleh karenanya, sambung Dani, pihaknya harus memilah mana saja ijazah yang bisa diberikan secara gratis kepada siswa yang sesuai dengan instruksi pemerintah.
“Kami sudah jelaskan, hanya ada orang tua siswa tidak bertanya ke pihak sekolah dan berbicara ke luar menyebar isu. Padahal, itu proses yang terjadi di sekolah,” bebernya.
Dani menegaskan, pihaknya sudah menjalankan sesuai instruksi Gubernur Jawa Barat bahwa ijazah itu merupakan hak siswa yang diberikan secara gratis.
Namun, terkait masalah tunggakan disesuaikan dengan kesanggupan para orang tua siswa.
“Kami tidak memaksa harus bayar sekian-sekiannya karena hampir 80 persen alumni kami sudah banyak yang bekerja. Jadi ketika sudah ada penghasilan mereka bisa menyisihkan sedikit untuk membayar dan kami berikan ijazahnya,” paparnya.
Di samping itu, sebagai umat muslim tunggakan merupakan utang-piutang di mana dalam agama Islam utang itu ada perhitungan yang tentunya bakal dibawa sampai meninggal dunia.
“Makanya kemarin kita bicarakan secara baik-baik dengan para orang tua. Silakan untuk putranya kita bagikan ijazah secara gratis dan untuk masalah tunggakan kita bicarakan lagi nanti,” tandasnya.*** (Gani Abdul Rahman/GAR)