(YOGJAKARTA), simaknews.id – Polemik perpanjangan masa jabatan Presiden memicu ragam reaksi dari berbagai kalangan dan elemen masyarakat. Hal ini menjadi pembahasan panas, bahkan cenderung menjadi bola panas, hingga pro dan kontrapun bermunculan. Peneliti Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK), Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Yuniar Riza Hakiki, mengatakan ada empat poin yang akan terjadi apabila langkah ini dipaksakan.
Menurutnya, pertama, jika elite politik tetap bersikukuh menunda pemilu, output pertama adalah pencederaan atas hasil kesepakatan reformasi 1998. Kedua ide perpanjangan masa jabatan presiden merupakan hal yang ahistoris atau berlawanan dengan sejarah Indonesia. Ketiga, perpanjangan masa jabatan presiden merupakan hal yang inkonstitusional atau bertentangan dengan konstitusi tepatnya terhadap pasal 7 Undang-Undang Dasar. Dikatakannya, bahwa ide perpanjangan masa jabatan presiden secara otomatis mengingkari semangat pembatasan kekuasaan atau prinsip konstitusionalisme. Keempat, yaitu upaya melanggengkan kekuasaan. Kelanggengan pemegang tampuk kuasa akan serta merta melestarikan praktik-praktik abuse of power atau penyalahgunaan wewenang yang entah sampai kapan batas waktunya. (*)