Pemerintah dan Pemerintahan

Camat Cikalongwetan, H. Dadang A. Sapardan

Oleh : Dadang A. Sapardan, M.Pd

(Camat Cikalongwetan, Kab. Bandung Barat)

KBB, SimakNews.id – Setiap masuk pada mini market saya atau konsumen lainnya selalu disuguhi sapaan dari setiap pelayannnya. Kenyataan demikian selalu ditemukan manakala kita memasuki bank untuk keperluan yang berhubungan dengan keuangan.

Fenomena demikian merupakan suasana yang dibangun oleh manajemen dan menjadi prosedur operasional standar (POS) yang harus dilaksanakan oleh setiap karyawannya.

Dalam obrolan santai dengan beberapa teman, terungkap bahwa suasana demikian harusnya ditampilkan pula pada instansi pemerintahan. Sampai saat ini tidak jarang suasana yang paradoks dengan fenomena di mini market dan bank, terjadi pada instansi pemerintahan.

Instansi yang sejatinya harus menempatkan diri sebagai pemberi pelayanan terhadap masyarakat.

Kata ‘pemerintahan’ merupakan bentuk kompleks yang dibangun oleh kata dasar ‘perintah’ dengan awalan ‘peN-‘ dan akhiran ‘-an’. Berdasarkan urutannya, kata ‘pemerintahan’ dibangun oleh kata dasar ‘perintah’ dengan awalan ‘peN-‘ sehingga menjadi kata ‘pemerintah’. Selanjutnya kata ‘pemerintah’ diberi akhiran ‘-an’ menjadi ‘pemerintahan’.

Berdasarkan konstruksi demikian, kata ‘pemerintahan’ bisa dimaknai secara harfiah sebagai lembaga atau organ yang melakukan perintah. Sedangkan makna harfiah kata ‘pemerintah’ merupakan unsur atau komponen yang ‘memberi perintah’

Merujuk pada KBBI, kata ‘perintah’ merupakan bentuk nomina dengan salah satu makna ‘perkataan yang bermaksud menyuruh melakukan sesuatu;suruhan’. Akan halnya dengan kata ‘pemerintah’ merupakan bentuk nomina dengan salah satu makna ‘sistem menjalankan wewenang dan kekuasaan yang mengatur kehidupan sosial, ekonomi, dan politik suatu negara atau bagian-bangiannya’.

Sedangkan, kata ‘pemerintahan’ merupakan nomina yang bermakna ‘proses, cara, perbuatan memerintah serta bermakna segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan negara’.

Kata ‘pemerintahan’ dan ‘pemerintah’ sangatlah familiar di telinga setiap orang Indonesia. Kedua kata dimaksud menjadi kata yang merepresentasikan birokrasi di negara ini yang dalam konsep trias politika menurut John Lock merupakan ranah eksekutif.

Menurut john Lock yang dikembangkan oleh Montesquieu bahwa kekuasaan negara terdiri atas eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kedua kata tersebut merupakan warisan dari masa kolonialisme yang cukup lama mencengkram bangsa Indonesia.

Pada zaman kolonial, kata ‘pemerintah’ dan ‘pemerintahan’ memang menjadi kata yang yang merepresentasikan peran pelaku kolonialsme terhadap bangsa ini. Mereka menjadi pemerintah terhadap setiap bangsa pribumi. Mereka memosisikan diri sebagai superior atas bangsa pribumi yang diposisikan sebagai inferior.

Dalam konteks kekinian, sejatinya setiap elemen yang menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan tidak terjebak dengan makna harfiah yang terkandung dalam konstruksi kata ‘pemerintah’ dan ‘pemerintahan’.

Setiap elemen pemerintahan harus mampu melepaskan diri dari keterkekangan dan keterbelengguan oleh pemaknaan harfiah yang terbangun oleh kedua kata dimaksud.

Pemerintah dengan padanan government dalam bahasa Inggris merupakan lembaga eksekutif dengan tugas mengeksekusi atau merealiasikan berbagai kebijakan yang telah dirancang dan disahkan bersama dengan lembaga legislatif.

Setiap unsur yang menjadi bagian dari pemerintah harus mampu mengubah paradigma dari pemaknaan harfiah kata ‘pemerintah’ dan ‘pemerintahan’. Sebagai eksekutor berbagai kebijakan yang akan selalu bersinggungan langsung dengan masyarakat, setiap unsur pemerintah harus memosisikan diri sebagai pemberian pelayanan terhadap setiap masyarakat.

Dalam kapasitas sebagai pemberi pelayanan, upaya melakukan perubahan paradigma terus dilakukan oleh para pemangku kepentingan, terutama pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Tidak kurang dari penerbitan kebijakan tentang profil Smart ASN 2024 dengan indikator kepemilikan integritas, nasionalisme, profesionalisme, wawasan global, kemampuan dalam IT dan bahasa asing, hospitality, networking, serta entrepreneurship.

Kemudian dorongan melalui kewajiban untuk menerapkan core value ASN BerAKHLAK. Sebagai sebuah akronim, BerAKHLAK merupakan kependekan dari Berorientasi pelayanan, akuntabel, Kompeten, Harmonis, Loyal, Adaptif, serta Kolaboratif. Ditopang pula dengan lahirnya employer branding, Bangga Melayani Bangsa.

Seluruh kebijakan pemerintah tersebut menjadi tuntutan dari pemerintah terhadap setiap ASN serta seluruh unsur yang menjadi bagian dalam pemerintahan.

Secara kasat mata, arah yang diharapkan dari lahirnya kebijakan tersebut adalah pemosisian seluruh unsur pemerintahan sebagai pemberi pelayanan terhadap masyarakat. Sebagai pemegang kedaulatan, masyarakat memiliki hak untuk mendapat pelayanan optimal dari pemerintah.

Keinginan untuk dapat melakukan perubahan paradigma bukanlah langkah mudah. Seluruh pemangku kepentingan harus terus mendorongnya sehingga terjadi perubahan paradigma sekalipun masih dalam konteks kata ‘pemerintah’ dan ‘pemerintahan’. *** DasARSS.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *