Oleh: Ahmad Rusdiana (Guru Besar Manajemen Pendidkan UIN SGD Bandung)
Simaknews.id – Dalam suasana masih hiruk pikuk mensyukuri Idul Fitri 1444 H., Imam Al-Ghazali dalam karya monumentalnya, Ihya Ulumuddin mengatakan bahwa “setelah kita melaksanakan ibadah puasa dan amalan-amalan lainnya, kita harus menyikapinya dengan dua maqam, yaitu khauf (khawatir) dan raja’(harapan)”. Artinya kita harus menjadikan puasa benar-benar sebagai ibadah yang agung dan dapat membawa inspirasi bagi kita, keluarga dan umat secara keseluruhan. Sebagai upaya agar puasa yang kita laksanakan diterima Allah Swt. Puasa mengandung banyak roh. Dari berbagai kajian disiplin ilmu, puasa bagi seseorang mengandung banyak manfaat, baik dari segi kesehatan, ekonomi, politik dan pendidikan. Di antara semangat yang tak kalah pentingnya dari esensi puasa adalah meningkatnya etos kerja manusia dalam menjalani rutinitas pekerjaanya. Setidaknya akan melahirkan lima semangat puasa dalam etos kerja:
Islam mendorong umatnya untuk bekerja agar menjadi manusia mulia dan mandiri serta tidak membebani orang lain. Oleh karena itu bekerja tercatat sebagai ibadah karena sebagai bukti menjalankan perintah Allah SWT. Dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10, Allah telah memerintahkan atau memerintahkan manusia di muka bumi ini untuk bekerja.
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10).
Selain itu, ada beberapa catatan penting terkait dengan bekerja:
(1) , Bekerja membuat kita terhindar dari azab neraka. Sebagaimana hadits nabi “Pada suatu saat, Saad bin Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, ‘Kenapa tanganmu?’ Saad menjawab, ‘Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku.
(2) Harta yang paling baik berasal dari jerih payah sendiri. Harta bisa saja kita dapatkan dari orang tua, kerabat, atau bahkan warisan. Namun sesungguhnya harta yang paling baik justru bersumber dari jerih payah sendiri. Sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dalam Sahih-nya, dari al-Miqdam ra, Rasulullah SAW pernah berlibur; “Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari hasil usahanya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Daud As memakan panganan dari jerih payahnya sendiri.” (HR. Bukhari No: 2072).
(3) , Memberi nafkah adalah sedekah; Imam An-Nasai dalam Sunan-nya meriwayatkan hadis dari jalur Al-Miqdam bin Ma’di Karib, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah Saw pernah; “Harta yang engkau keluarkan sebagai makanan untukmu yang bernilai sedekah bagimu. Makanan yang kau beri pada anakmu dinilai sedekah bagimu. Begitu pula makanan yang kau beri pada istrimu, itu pun bernilai sedekah bagimu. Juga makanan yang kau beri pada pelayanmu, itu juga termasuk sedekah bagimu.” (HR Nasai No: 9141).
Islam juga memberikan kebebasan dalam memilih pekerjaan yang sesuai dengan kecenderungan dan kemampuan setiap orang. Namun demikian, Islam mengatur batasan-batasan, meletakkan prinsip-prinsip dan menetapkan nilai-nilai yang harus dijaga oleh seorang muslim, agar kemudian aktifitas kerjanya benar-benar dipandang oleh Allah sebagai kegiatan ibadah yang memberi keuntungan berlipat di dunia dan di akhirat. Selain itu, tidak semua pekerjaan mulia di mata Allah. Pekerjaan yang diridhai oleh Allah adalah pekerjaan yang dilandasi oleh adab dan etika tertentu sesuai dengan standar etos kerja, yakni:
Pertama. Diniatkan ikhlas karena Allah SWT (Lillahi Ta’ala) bekerja tidak melulu soal mencari kegiatan, uang dan keuntungan tapi lebih dari itu, adalah kewajiban seorang manusia kepada Allah SWT untuk bekerja, untuk mencari nafkah, serta untuk menunaikan kewajiban-kewajiban Islam yang lainnya. Maka agar bernilai ibadah, bekerja harus ikhlas lillahi ta’ala. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Annisa: 125
“Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun melakukan kebaikan, dan dia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.”
Kedua: Bekerja dengan tekun dan sungguh-sungguh (itqan) Esensi dari bekerja adalah bagaimana kita menjalankan hak dan kewajiban dengan penuh semangat dan tekun bekerja. Sebuah hadits diriwayatkan oleh Aisyah ra mengenai hal ini, bahwa Rasulullah SAW pernah:
“Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mukmin yang bekerja dengan giat”. (HR. Imam Tabrani) Dalam maqalah ungkapan yang populer juga disebutkan:
“Beramallah untuk duniamu seolah-akan engkau akan hidup selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu seolah-akan engkau akan mati esok hari”.
Ketiga: Mengutamakan kejujuran dan amanah dalam bekerja ; Setiap pekerjaan yang kita lakukan pastinya butuh pertanggungjawaban baik dihadapan Allah SWT maupun di hadapan manusia. Oleh karena itu menjaga keridhan Allah dan kepercayaan konsumen atau klien sangatlah penting karena kesuksesan kita juga bergantung pada kepuasan dan kepercayaan mereka dengan cara menjadi pekerja yang jujur dan amanah.
Dalam hal tanggung jawab dan amanah ada dua prinsip yang penting yaitu, pekerja harus baik dan profesional dan atasan harus memiliki kesalehan sosial dan memperhatikan para pekerjanya. Dalam sebuah hadits nabi merindukan “Sesungguhnya Allah mencintai seorang di antara ka-lian yang jika bekerja, maka ia bekerja dengan baik.”(HR Baihaq).
Atasan tidak boleh berlaku zalim terhadap para pekerja. Berilah upah sebelum keringat mengering. Dilaporkan oleh Abu Dzarr bahwa Rasulullah SAW menyuruh para sahabatnya mengenai para budak, sebagai berikut: “Mereka adalah saudara-saudara kalian.
Allah telah menempatkan mereka di bawah kekuatanmu, berilah mereka makan seperti makananmu, berpakaian seperti pakaianmu, dan janganlah mereka membebanimu dengan pekerjaan yang tidak mampu mereka kerjakan. Jika kalian menyuruhnya bekerja berat, maka bantulah dia.”(Bukhari dan Muslim).
Keempat: Tetap memegang teguh prinsip-prinsip syariah ; Selain menjaga etika atau akhlak, seorang muslim juga wajib untuk tetap memegang teguh prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang digelutinya. Semakin pesatnya kemajuan jaman, prinsip-prinsip syarah dalam bekerja memang akan semakin sulit karena berkaitan dengan kemajuan, keuntungan dan penghasilan lebih dari pekerjaan yang kita lakukan namun hal ini menjadi tantangan bagi iman seorang pekerja supaya senantiasa meningkatkan keimanan dan mempertahankan kehalalan suatu pekerjaan serta meninggalkan hal -hal yang haram. Dengan memegng teguh prinsip-prinsip syariah, kita akan terhindar dari dosa dan harta yang kita dapatkan akan lebih berkah dan mendapatkan ridha Allah tentunya.(wallahu a’lam bilmuradi)
*(Artikel merupakan esensi Khutbah Jumat, 28 April 2023)
Profile
Ahmad Rusdiana, Pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti, Pengampu mata kuliah manajemen Kewirausahaan pendidikan; Penulis buku: Kewirausahaan Teori dan Praktek; Manajemen. Manajemen Kewirausahaan Pendidikan; Guru Besar Manajemen Pendidikan UIN Sunan Gunung Djati Bandung. Pendidik, Peneliti, dan Pengabdi; Pendiri dan Pembina Yayasan Sosial Dana Pendidikan Al Misbah Cipadung Bandung yang mengembangkan pendidikan Diniah, RA, MI, dan MTs, sejak tahun 1984, serta garapan khusus Bina Desa, melalui Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat Tresna Bhakti, yang didirikannya sejak tahun 1994 dan sekaligus sebagai Pendiri Yayasan, kegiatannya pembinaan dan pengembangan asrama mahasiswa pada setiap tahunnya tidak kurang dari 70 mahasiswa di Asrama Tresna Bhakti Cibiru Bandung. Membina dan mengembangkan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) TK TPA Paket AB C. Pegiat Rumah Baca Tresna Bhakti sejak tahun 2007 di Desa Cinyasag Kecamatan. Kabupaten Panawangan. Ciamis Jawa Barat. Karya Lengkap sd. Tahun 2022 dapat di akses melalui: (1) http://digilib.uinsgd.ac.id/view/creators. (2) https://www.google.com/search? q=buku+a. rusdiana+shopee&sumber (3) https://play. google.com/store/books/author?id.